Article Detail

TARAKANITA JAWA TENGAH WAWANHATI BERSAMA USKUP AGUNG SEMARANG

Sabtu, 16 September 2017 bertempat di Ruang Graha SMK Pius X – Magelang diselenggarakan wawanhati seluruh karyawan edukatif dan non edukatif di Yayasan Tarakanita Wilayah Jawa Tengah bersama Mgr. Robertus Rubiyatmoko Uskup Agung Semarang. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai tanggapan atas tawaran Paroki St. Ignatius, Magelang sekaligus sentra dari Kevikepan Kedu yang menerima kunjungan Pastoral Monseignur Rubi (demikian panggilan akrabnya) berlangsung mulai pukul 10.00 WIB dan berakhir pukul 13.00 WIB. Kata Pembuka oleh Sr. Felisita, CB Kepala Kantor Wilayah Jawa Tengah yang menyampaikan: sebagaimana Yayasan Tarakanita Wilayah Jawa Tengah memiliki enam unit sekolah yang berada di wilayah Paroki St. Ignatius Magelang dan lingkup Kevikepan Kedu adalah lembaga pendidikan Katolik di bawah pendampingan Gereja teritorial dalam karya kerasulan di bidang pendidikan. Disampaikan pula perkenalan dengan menyebut masing-masing unit karya dan karyawan terkait berdiri sambil melambaikan tangan kepada Monseignur, dan dibalas pula dengan lambaian tangan oleh Monseignur. Disambung Kata Pengantar  oleh Romo FX. Krisno Handoyo, Pr selaku Pastor Kepala Paroki St. Ignatius yang sekaligus menjabat sebagai Vicaris Episkopalis (Vic.Ep) Kedu yang turut hadir mendampingi Monseignur melaksanakan kunjungan pastoralnya dan juga turut serta Romo Yuyun (Romo Paroki St. Ignatius).

Pada kunjungan pastoral tersebut oleh panitia terkait diberi judul wawanhati dan dikemas dalam acara “Talk Show” yang dimoderatori oleh P. Joko Purwanto (guru SMP Tarakanita, Magelang). Kurang lebih diberi waktu 30 menit oleh moderator, agar Monseignur menyampaikan pandangannya terhadap situasi sekaligus tantangan yang dihadapi oleh Sekolah Katolik pada umumnya dalam penyelenggaraan Pendidikan Katolik dengan pertanyaan “Apakah Pendidikan Katolik masih relevan di jaman sekarang?. Pada awal penyampaiannya beliau balik bertanya kepada seluruh audien: Apakah Tarakanita selama ini tidak menyelenggarakan Pendidikan Katolik? Tentu saja sebagai Sekolah Katolik di bawah naungan Kongregasi suster-suster Cinta Kasih St. Carolus Borromeus, ciri kekatolikan sangat menonjol dan Tarakanita masih eksis di tengah masyarakat. Walaupun demikian tantangan selalu dihadapi oleh sekolah katolik pada umumnya terutama oleh karena sistim pendidikan yang ada dan perundang-undangan yang berlaku dirasa secara halus dan perlahan sangat membebani keberadaan Sekolah Katolik. Untuk itu menjadi tantangan sekolah katolik agar menjadi sekolah yang memiliki keunggulan agar keberadaannya sesuai dengan misi Gereja Katolik yaitu adanya keseimbangan antara Ilmu pengetahuan dan pendidikan nilai. Demikian inti paparan yang disampaikannya.

Pada sesi tanya jawab, ada beberapa peserta wawanhati yang menyampaikan permasalahan dan sharingnya, di antaranya terkait dengan tugas guru yang terbebani oleh administrasi sehingga sebagai warga gereja merasa tidak ada waktu lagi terlibat  dalam hidup menggereja dan memasyarakat. Ada pula yang menanyakan soal berkurangnya pendidikan wawasan kebangsaan, mulai lunturnya pembiasaan kegiatan rohani di sekolah karena tuntutan kurikulum. Selain itu juga keprihatinan terhadap pengaruh IT dan “gadget” bahkan guru merasa ketinggalan oleh kemampuan siswa. Bahkan ada pertanyaan “bagaimana seseorang dapat menyukai dari hal yang sebelumnya tidak disukai?”

Tanggapan atas serangkaian pertanyaan-pertanyaan dan sharing tersebut, Monseignur memulainya dengan sharing atas terpilihnya menjabat sebagai Uskup, dengan sedikit humor beliau menyampaikan sungguh capek dan penat dengan tugas yang harus diemban dalam melayani umat. Namun bila hal itu dilaksanakan dengan sukacita karena perjumpaannya dengan umat yang beraneka ragam, maka rasa capek dan penat akan hilang saat itu juga. Semua butuh perjuangan dan harus mampu menikmati beban yang memang harus dipikul sebagai tanggung jawab kita dengan sukacita. Menyelesaikan administrasi tidak bisa dilepaskan dari tugas kita sebagai guru yang profesional, namun juga perlu diupayakan strategi untuk tidak mengurangai tugas pokok dalam pendampingan terhadap siswa sesuai kebijakan lembaga/institusi. Di samping itu perlu juga dijaga keseimbangannya dalam hidup berkeluarga, sebagai warga gereja dan masyarakat. Keseimbangan juga perlu dibangun dalam menanggapi era globalisasi dan perkembangan jaman di era digital. Bagaimana Ilmu Pengetahuan dipandang dari sudut hidup religiositas kekatolikan. Maksudnya Ilmu Pengetahuan yang diperoleh secara kognitif mampu disampaikan dan diterapkan dalam pendidikan nilai/karakter seseorang. Digital menjadi media untuk berbuat kasih kepada sesama demi kemuliaan Tuhan. Menyimak yang disampaikan dalam paparan profile Tarakanita Jawa Tengah, bahwa kurang dari 50% karyawan Tarakanita kurang aktif dalam hidup menggereja, hal ini manjadi bahan refleksi dan introspeksi diri dalam menciptakan keseimbangan antara hidup sebagai karyawan di lembaga pendidikan dengan hidup berkeluarga, menggereja dan memasyarakat. Ditegaskan pula bahwa Tarakanita harus yakin memiliki keunggulan di bidang akademik, bahkan juga dalam pendidikan nilai. Namun keyakinan tersebut juga harus disertai dengan usaha dan perjuangan terus menerus yang penuh sukacita. Walaupun salah satu keprihatinannya adalah semakin berkurangnya peserta didik, namun harus berprinsip tetap “ngopeni” dan apa yang ada tetap dipertahankan serta diupayakan terus untuk hidup dan berkembang.
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment